Apa Itu Kabut Asap ‘Udara Kabur’? Penjelasan & Dampaknya ke Kesehatan

Apa Itu Kabut Asap ‘Udara Kabur’? Penjelasan & Dampaknya ke Kesehatan

Fenomena udara kabur atau kabut asap kembali menjadi perhatian publik setelah Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengeluarkan peringatan di sejumlah kota besar di Indonesia. Kondisi ini membuat jarak pandang menurun dan kualitas udara memburuk — bahkan dapat berdampak langsung pada kesehatan masyarakat.

“Udara kabur” adalah istilah yang digunakan BMKG untuk menggambarkan penurunan jarak pandang horizontal akibat partikel halus di udara, seperti:

• Asap dari kebakaran hutan atau lahan,

• Polusi kendaraan dan industri,

• Debu dari aktivitas manusia atau angin kering,

• Uap air yang bercampur dengan partikel polutan.

Berbeda dengan kabut alami (yang disebabkan oleh kondensasi uap air), udara kabur lebih banyak disebabkan oleh polusi dan partikel halus berbahaya (PM2.5 dan PM10).

BMKG menjelaskan beberapa penyebab utama fenomena ini:

1. Kebakaran Hutan dan Lahan (Karhutla) — terutama di wilayah Sumatera dan Kalimantan, di mana angin membawa asap ke kota-kota lain.

2. Polusi Perkotaan — meningkatnya jumlah kendaraan bermotor, terutama saat musim kemarau.

3. Cuaca Kering & Minim Angin — menyebabkan polutan “terperangkap” di lapisan udara bawah sehingga tidak terdispersi dengan baik.

4. Aktivitas Industri & Pembangunan — debu konstruksi dan emisi pabrik juga memperparah kondisi udara.

Udara kabur membawa partikel halus berbahaya (PM2.5) yang bisa masuk hingga ke paru-paru. Dampaknya antara lain:

• Iritasi mata, hidung, dan tenggorokan

• Batuk, sesak napas, dan alergi pernapasan

• Meningkatkan risiko penyakit paru dan jantung

• Menurunkan daya tahan tubuh

• Pada anak-anak, lansia, dan penderita asma, efeknya bisa jauh lebih parah

Menurut Kementerian Kesehatan, paparan udara buruk secara terus-menerus dapat menyebabkan gangguan kronis seperti bronkitis atau asma akut.

1. Gunakan Masker N95 atau KN95 saat beraktivitas di luar ruangan.

2. Kurangi aktivitas di luar rumah, terutama pagi dan siang hari ketika polusi lebih pekat.

3. Gunakan air purifier di dalam ruangan.

4. Perbanyak minum air putih untuk membantu tubuh mengeluarkan racun.

5. Tutup jendela dan ventilasi saat kualitas udara memburuk.

6. Pantau indeks kualitas udara (AQI) melalui aplikasi seperti IQAir atau situs resmi BMKG.

BMKG terus memantau penyebaran kabut asap dan mengimbau masyarakat serta pemerintah daerah untuk:

• Meningkatkan pengawasan terhadap kebakaran lahan,

• Melakukan penyiraman jalan di area padat debu,

• Menggiatkan kampanye anti-bakar hutan dan sampah,

• Mendorong penggunaan transportasi ramah lingkungan.

Fenomena udara kabur bukan hanya masalah cuaca — tetapi juga sinyal bahwa kualitas udara kita sedang menurun. Dampaknya nyata terhadap kesehatan, terutama bagi kelompok rentan.
Dengan langkah pencegahan yang tepat dan kesadaran kolektif, kita bisa meminimalkan risiko sekaligus menjaga udara agar tetap bersih dan sehat.